Munculnya kabar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako dan jasa pendidikan termasuk sekolah membuat polemik di publik. Rencana pungutan PPN pada sembako hingga sekolah tercantum dalam draft Revisi Kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Pemerintah berencana untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang bahan pokok atau sembako baik itu dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan dan juga sektor jasa pendidikan. Sebelumnya, Kementerian Keuangan tengah mengajukan perubahan kebijakan perpajakan. Dalam aturan yang berlaku saat ini merujuk UU 42 tahun 2009, PPN adalah 10 persen sedangkan pemerintah saat ini berencana menerapkan tarif PPN sebesar 12 persen. Artinya, dalam RUU baru yang diusulkan ini, memungkinkan adanya kenaikan PPN dari semula 10 persen menjadi 12 persen.
Apa saja objek jasa dan sembako yang akan kena pajak PPN ?
Pemerintah Indonesia tidak hanya berencana untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada kebutuhan pokok atau sembako dan jasa pendidikan, namun jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan logam, dan jasa pengiriman uang dengan wesel pos juga termasuk.
Menilik UU Nomor 42 Tahun 2009 dan RUU KUP, daftar 11 bahan pokok yang bakal dikenakan PPN adalah: 1. beras; 2. gabah; 3. jagung; 4. sagu; 5. kedelai; 6. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; 7. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; 8. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; 9. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; 10. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan 11. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.
Alasan Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak dan memperluas objek pajak di Indonesia
Rencana kenaikan PPN yang dilkakukan pemerintah bukan tanpa alasan. Kenaikan PPN menjadi 12 persen yang dilakukan pemerintah disinyalir sejalan dengan tren global di mana PPN menjadi salah satu struktur pajak yang makin diandalkan. Menurut Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, skema ini memberikan rasa keadilan dengan pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk barang mewah atau sangat mewah. Selain itu, kata dia, PPN 10 persen yang diberlakukan oleh negara saat ini sangat kecil dibandingkan dengan negara negara lainnya. Hal itu yang menjadi dasar bagi pemerintah untuk menaikan PPN secara umum. Pemerintah berencana mengubah kebijakan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan menaikkan tarif, mengubah skema, dan mengurangi jenis barang dan jasa yang dikecualikan dari objek pajak.
Kementerian Keuangan menyebut pengecualian yang terlalu banyak dari objek pajak PPN selama ini menyebabkan kinerjanya berada di bawah rata-rata negara Asia. Kinerja PPN tercermin. dari C-efficiency ratio. Berdasarkan bahan paparan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, Indonesia saat ini memiliki C-efficiency ratio sebesar 49,35%. Sedangkan, rata-rata kinerja PPN negara-negara di Asia yakni 49,72%. Pandemi ini merupakan kesempatan yang baik untuk memikirkan ruang optimalisasi penerimaan PPN. Yustinus juga mengatakan bahwa rencana kebijakan ini bukanlah secara tiba – tiba melainkan sudah ada kajian sejak bertahun – tahun, hanya saja eksekusinya selalu tertunda karena membutuhkan proses politik.
Bagaimana Tanggapan Masyarakat Mengenai Sembako dan Sektor Pendidikan yang akan dikenakan PPN?
Ketika dokumen soal PPN sembako bocor ke publik, maka sejak saat itulah masyarakat muncul dengan memberikan berbagai tanggapan. Seperti halnya, Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Nur Khabsyin merespons keras rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada sembako. Dalam draf beleid tersebut, komoditas gula konsumsi menjadi salah satu barang kebutuhan pokok yang dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Dengan penghapusan itu berarti gula konsumsi akan dikenakan PPN. Pengenaan PPN, kata Khabsyin, dipastikan akan merugikan seluruh petani tebu yang ada di tanah air. Karena, pengenaan PPN terhadap gula konsumsi pada ujungnya akan menjadi beban petani sebagai produsen.
Respons keras terkait sembako dikenakan PPN juga datang dari Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI). Melalui keterangan resmi yang disebar kepada media masa, IKAPPI mengajukan protes pada rencana pemerintah untuk menjadikan bahan pokok sebagai objek pajak. Ketua Umum IKAPPI Abdullah mansuri mengatakan pemerintah diharapkan menghentikan upaya bahan pokok sebagai objek pajak. Ia menilai pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan. Apalagi kebijakan tersebut digulirkan pada masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit. Ia menyebut pedagang kesulitan menjual barang karena dan daya beli masyarakat masih rendah.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IMAKIPSI), Muhamad Fariz Salman Zulkipli menerangkan, rencana pemerintah itu tak sejalan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan akan menimbulkan banyak masalah di dalam dunia pendidikan. Salah satunya akan memicu semakin mahalnya biaya pendidikan, komersialisasi pendidikan, angka putus sekolah akan semakin meningkat, dan tidak tercapainya tujuan pendidikan nasional. Sehingga Pada akhirnya, lembaga pendidikan tidak lagi fokus pada tujuan pendidikan nasional. Melainkan, bakal menjadi ajang bisnis tanpa dengan mengesampingkan mutu lulusan.
Tanggapan dari pengamat ekonomi atau para ahli mengenai rencana pemerintah tersebut ?
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperingatkan, perluasan objek PPN tersebut akan berisiko. Menurut dia, kenaikan harga pada barang kebutuhan pokok mendorong inflasi lebih tinggi, dan menurunkan daya beli masyarakat. Dengan begitu pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa kembali menurun, lebih parahnya mampu menaikkan angka kemiskinan. Hal ini disebabkan, sebanyak 73 persen kontributor garis kemiskinan berasal dari bahan makanan. Artinya, sedikit saja harga pangan naik, jumlah penduduk miskin akan bertambah. Bhima menuturkan, pengawasan PPN pada bahan makanan juga relatif lebih sulit dibandingkan barang retail lain. Biaya administrasi pemungutannya menjadi mahal, karena sembako termasuk barang yang rantai pasokannya panjang serta berkaitan dengan sektor informal di pertanian. Jika tak ada tarif PPN yang sesuai, maka hal itu akan menimbulkan risio barang ilegal. Beliau juga membandingkan dengan kasus kenaikan cukai rokok pada tahun 2020 yang mengakibatkan peredaran rokok ilegal naik, dapat dibayangkan jika sembako yang akan dikenai PPN pasti akan semakin sulit untuk mengendalikan pengawasan pajaknya. Bhima menambahkan, rencana PPN sembako ini juga kontraproduktif terhadap upaya pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, ia meminta agar rencana PPN sembako sebaiknya dibatalkan, karena berdampak buruk bagi masyarakat menengah ke bawah.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menilai wacana penerapan PPN pada sembako ini tidak mencerminkan keadilan. Hal ini dikarenakan pemerintah sempat mengenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar nol persen pada mobil baru dimana justru masyarakat menengah kebawah yang sebagian pendapatannya habis untuk dikonsumsi diharuskan membayar PPN untuk sembako yang merupakan kebutuhan sehari – hari. Beliau juga berpendapat jika PPN tetap diberlakukan pada barang konsumsi orang banyak ini maka akan memukul daya beli masyarakat yang berdampak pada indeks keyakinan konsumen (IKK) yang sedang optimistis. IKK pada Mei 2021 tercatat sebesar 104,4 poin. Padahal di tahun 2020 di bulan yang sama IKK hanya tercatat 77,8 poin. Kenaikan besar ini menunjukkan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi semakin menguat. Sehingga beliau mewanti – wanti jangan sampai konsumsi masyarakat yang sudah optimisme itu kembali terhambat dikarenakan pemajakan aspek kebutuhan pokok.
Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance Tauhid Ahmad mengatakan, rencana kenaikan tarif PPN sebaiknya diurungkan. Ia menyebutkan, kenaikan ini akan menjadi beban masyarakat karena harga barang/jasa akan semakin mahal. Sementara, daya beli masyarakat masih lemah akibat pandemi Covid-19. Tauhid mengatakan, daya beli masyarakat saat ini belum sepenuhnya pulih. Apalagi, ekonomi Indonesia saat ini masih dalam pemulihan di tengah pandemi. Pajak bukan lagi berfungsi untuk meningkatkan perekonomian, tapi akan menjadi beban masyarakat. Dia menambahkan, jika memang ada kenaikkan, harus mempertimbangkan kemampuan konsumen dan dampaknya bagi pengusaha. Pemerintah harus mempertimbangkan dampak jangka pendek dan menengah dari kebijakan ini.
Sementara itu, Peneliti dari TAX Centre FAI Universitas Indonesia, Titi Muswati Putranti, mengatakan pengenaan PPN pada sembako mampu melemahkan daya beli masyarakat sehingga target pertumbuhan ekonomi meleset. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 minus 2,07 persen jika dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun ini, menteri perekonomian menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Pengenaan PPN Sembako pada situasi pandemi covid akan sangat berdampak dan mempengaruhi masyarakat yang rentan dan dampak ekonomi yang disebabkan akan besar.
Tak hanya itu, anggota komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun berpendapat bahwa bahwa ketiga sektor yang akan dikenai PPN yaitu sembako, sektor pendidikan, dan kesehatan merupakan amanat konstitusi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sebagai tujuan negara, sehingga tidak seharusnya diberikan pembebanan pajak. Menurutnya, apabila beras dijadikan objek pajak dan dikenakan PPN maka akan berpengaruh pada kualitas pangan rakyat, rakyat membutuhkan pangan yang bagus agar memiliki kualitas kehidupan yang baik pula. Beliau juga menentang ide Sri Mulyani tentang PPN sektor pendidikan. Menurutnya, pendidikan adalah simbol pembangunan karakter sebuah bangsa. Misbakhun menganggap isi RUU KUP yang memuat rencana pengenaan PPN terhadap sektor pendidikan dan pangan justru membuktikan Sri Mulyani gagal membuat kebijakan yang merujuk pada amanat konstitusi. Alasannya, Konstitusi mengamanatkan berbagai sektor yang harus dijaga dengan semangat gotong royong.
Tanggapan Kementrian Keuangan mengenai isu ketidakadilan Pengenaan Pajak di Masyarakat
Bagi beberapa aktivis dan masyarakat, pengenaan pajak sembako dan pendidikan ini terbilang miris bagi rakyat menengah kebawah. Sebab perlakuan pemerintah terhadap mereka berbanding terbalik dengan apa yang dirasakan oleh kalangan menengah atas. Di mana kelompok ini justru mendapat diskon pajak hingga 0 persen saat membeli barang mewah berupa mobil.
Menanggapi hal ini, Sri Mulyani menegaskan untuk tidak mengaitkan PPN dan PPnBM. Sebab, PPnBM ditetapkan pemerintah untuk mendorong geliat sektor otomotif. Kebijakan PPnBM diberikan karena banyak masyarakat kelas atas yang enggan membelanjakan uangnya. Mereka cenderung mempertebal dompet dengan menaruh uang di bank. Penahanan dana menyebabkan uang tidak berputar, sehingga berdampak pada produsen mobil maupun industri otomotif lainnya. Jika produsen otomotif terdampak, maka penjualan akan terus menurun. Penjualan yang menurun dari sebuah perusahaan akan berdampak pada nasib karyawan di perusahaan itu yang notabene kebanyakan masyarakat kelas menengah. Jika terus-terusan seperti ini, bukan tidak mungkin mereka akan terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK bukan hanya akan dirasakan oleh karyawan industri otomotif, tapi juga industri penunjang/pendukungnya. Sedangkan pengenaan PPN pada sembako dan jasa pendidikan masih belum dibahas dan belum tentu juga akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Sri Mulyani menganggap bahwa isu tersebut merupakan teknik hoax yang sangat bagus untuk memperkeruh suasana. Oleh karenanya, ia meminta para dewan untuk bisa memberikan penjelasan kepada masyarakat terutama di daerah dapil masing-masing bahwa saat ini fokus pemerintah adalah pada pemulihan ekonomi dikarenakan semenjak pandemi covid 19 ini APBN pemerintah telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk membantu masyarakat agar bisa survive di tengah kondisi pandemi Covid 19 ini. Pemerintah juga telah memberikan relaksasi pajak keepada masyarakat.
Sri Mulyani menegaskan dan meyakinkan bahwa pemerintah tidak akan membuat satu kebijakan pun tanpa koordinasi dengan DPR terutama terkait perpajakan. Ia menjelaskan, ide optimalisasi penerimaan PPN dalam Rancangan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tersebut masih berada di tangan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dan bahkan belum dibacakan dalam sidang paripurna, serta masih akan melalui proses pembahasan di DPR. Dengan begitu, RUU KUP masih dapat memperoleh masukan dari berbagai pihak. Jadi, ia memastikan apa yang beredar di masyarakat tidak lengkap. Pemerintah memastikan bahwa kebijakan tarif PPN akan tetap menyesuaikan dengan kondisi masyarakat dengan diterapkanya skema multitarif. Harapannya, skema multitarif memberikan perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah. Peningkatan tarif PPN akan menyasar kepada barang-barang yang dikonsumsi masyarakat kelas atas.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor mengatakan PPN sembako dan jasa pendidikan tidak akan dikenakan secara merata. Besaran tarif PPN yang dikenakan bakal dibedakan berdasarkan jenisnya dan ability-to-pay masyarakat. Pemerintah akan mengatur lebih lanjut jenis-jenis sembako ini. Namun yang pasti, tarif PPN hanya akan ditarik dari bahan pangan kelas premium. Pengenaan PPN tidak akan diberlakukan pada kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional. Beliau mencontohkan bahwa perlakuan pajak untuk daging segar di pasar tradisional akan dibedakan dengan daging jenis wagyu yang konsumennya kelas menengah atas. Sri Mulyani menegaskan, pemerintah tidak akan menarik PPN terhadap sembako yang dijual di pasar tradisional seperti beras merk rojolele hingga pandan wangi.
Perlakuan pajak serupa juga bakal dilakukan pada jasa pendidikan. Neilmardin mengatakan pendidikan yang dikenakan PPN nantinya hanya sekolah tertentu yang bersifat komersial. Sementara itu untuk sekolah negeri tertentu yang selama ini banyak dinikmati masyarakat, PPN tidak akan diberlakukan. Pengenaan pajak untuk segmen tertentu itu dilakukan agar menciptakan asas keadilan, sebab insentif bebas PPN yang berlaku saat ini berlaku untuk semua orang, baik orang kaya maupun orang miskin. Hal ini juga mencerminkan, pemerintah akan mengganti skema multitarif PPN dari single tarif PPN. Skema multitarif adalah pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang/jasa yang dikonsumsi orang kaya, dan pengenaan pajak yang lebih rendah untuk masyarakat menengah ke bawah.
KESIMPULAN
Munculnya kabar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako dan sektor jasa pendidikan membuat polemik di masyarakat mulai dari asosiasi petani hingga pengamat atau para ahli ekonomi. Rencana pungutan PPN pada sembako hingga sekolah tercantum dalam draft Revisi Kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Pemerintah berencana untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang bahan pokok atau sembako baik itu dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan dan juga sektor jasa pendidikan. Sebelumnya, Kementerian Keuangan tengah mengajukan perubahan kebijakan tarif pajak dari 10% menjadi 12%. Banyak yang beranggapan bahwa dengan dikenakannya PPN terhadap bahan sembako dinilai sebagai ketidakadilan pengenaan pajak di masyarakat. Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menegaskan untuk tidak mengaitkan PPN dan PPnBM. Kebijakan PPnBM diberikan karena banyak masyarakat kelas atas yang enggan membelanjakan uangnya. Penahanan dana menyebabkan uang tidak berputar, sehingga dapat menyebabkan penjualan terus menurun yang akhirnya dapat berdampak pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK karyawan. PHK bukan hanya akan dirasakan oleh karyawan industri otomotif, tapi juga industri pendukungnya.. Sedangkan pengenaan PPN pada sembako dan jasa pendidikan masih belum dibahas dan belum tentu juga akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Sri Mulyani menganggap bahwa isu tersebut merupakan teknik hoax yang sangat bagus untuk memperkeruh suasana, karena fokus pemerintah saat ini adalah pemulihan ekonomi semenjak pandemi covid 19.
DAFTAR PUSTAKA
https://tirto.id/sembako-dan-sekolah-kena-ppn-ylki-pemerintah-tak-manusiawi-ggKL
https://tirto.id/daftar-sembako-kena-pajak-ppn-apa-isi-rencana-aturannya-ggKi
https://tirto.id/asosiasi-pedagang-pasar-hingga-petani-tolak-sembako-kena-ppn-ggMv
https://politik.rmol.id/read/2021/06/13/491937/ikatan-mahasiswa-keguruan-tegas-tolak-ppn-jasa-pendidikan
https://politik.rmol.id/read/2021/06/09/491450/rakyat-miskin-apes-kena-ppn-sembako-12-persen-giliran-orang-kaya-malah-dapat-ppnbm-mobil-0-persen
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210610181918-4-252207/sri-mulyani-jangan-benturkan-ppnbm-dengan-pajak-sembako
https://money.kompas.com/read/2021/06/15/063300526/klarifikasi-pemerintah--tak-semua-sembako-dan-sekolah-kena-pajak?page=all
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210614134020-532-654051/kriteria-sembako-dan-sekolah-yang-bakal-kena-ppn
https://www.beritasatu.com/ekonomi/786031/selain-sektor-pendidikan-ini-daftar-jenis-jasa-yang-juga-akan-dikenakan-ppn
https://ekonomi.bisnis.com/read/20210610/9/1403675/terungkap-alasan-pemerintah-naikkan-ppn-dan-pajak-sembako-12-persen
0 comments: